Mendengar kata marah atau amarah, bukanlah suatu kata yang asing lagi bagi kita. Mungkin kita sering mengalaminya atau bahkan menjadi korban tindakan tersebut.
Ada banyak hal yang membuat kita mudah marah, mulai dari suatu hal yang kecil hingga hal – hal yang berskala besar. Hal yang normal apabila seseorang marah sesekali, bahkan menyalurkan marah dan bukan memendamnya merupakan perilaku yang sehat emosional dan sangat manusiawi, namun apabila kemarahan tersebut tidak dapat dikendalikan lagi, bahkan bersifat destruktif ( merugikan ), baik bagi diri sendiri maupun orang lain, hal itu bisa menjadi sumber masalah, seperti masalah di kantor, di rumah, dan di kampus yang akan mempengaruhi juga kualitas hidup kita, bahkan hal itu dapat membuat kita merasa, bahwa kita berada di bawah pengaruh emosi yang tidak dapat diduga sebelumnya dan bersifat sangat kuat mempengaruhi perilaku kita. Selain itu marah juga dapat disebabkan oleh perbuatan yang dirasa tidak menyenangkan, seperti perasaan dimana tidak pantas mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya dari orang lain, sebagai contoh dicemooh, dibohongi, dikhianati, dsb ataupun mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari orang lain, seperti pilih kasih, tidak menghargai usaha yang telah dilakukan, dan lain sebagainya.
Sebelum kita mengenal lebih lanjut kiat – kiat untuk mengendalikan amarah, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan marah itu. Menurut Charles Spielberger PhD, seorang psikolog spesialis dalam studi tentang kemarahan, kemarahan adalah keadaan emosional yang intensitasnya bervariasi dari iritasi ringan hingga kemarahan yang intens dan balas dendam.
Rasa marah bisa disebabkan baik oleh peristiwa eksternal maupun internal. Peristiwa eksternal ( pengaruh luar ) yang dapat memicu kemarahan antara lain situasi yang tidak menyenangkan, misalnya dibohongi oleh sahabat sendiri, seseorang yang suka mengingkari janji dan kondisi yang tidak diinginkan, seperti menunggu seseorang dalam waktu yang lama, serta perselisihan pendapat dengan orang lain, seperti perbedaan pendapat akan porsi pembagian tugas dalam kerja kelompok, dsb. Sementara peristiwa internal ( dari dalam diri ) yang dapat menimbulkan kemarahan yaitu adanya problem / masalah yang terdapat dalam diri sendiri, seperti masa lalu yang kurang baik serta pengalaman - pengalaman tidak menyenangkan lainnya yang terekam dalam ingatan yang dapat memicu kemarahan pada suatu saat tertentu, tanpa dipicu oleh peristiwa eksternal yang signifikan.
Di antara sekian banyak orang, terdapat orang tertentu yang dapat lebih pemarah dari orang lainnya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi ? Menurut Jerry Deffenbacher PhD, seorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam anger management menyebutkan bahwa ada orang - orang tertentu yang terlahir mudah marah dibandingkan dengan orang rata - rata lainnya. Hal ini terjadi karena pengaruh genetik ( keturunan ). Faktor lainnya yang dapat menjadi latar belakang pemicu timbulnya sifat pemarah adalah faktor sociokultural ( budaya ) yang didapat dalam proses belajar. Orang yang dibesarkan dalam lingkungan yang pemarah, belajar bahwa untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, atau menghindari apa yang tidak diinginkannya adalah dengan cara marah. Penelitian menunjukkan bahwa latar belakang keluarga memainkan peranan yang penting dalam menumbuhkan rasa marah seseorang. Umumnya, orang yang mudah marah berasal dari keluarga yang destruktif ( pelampiasan amarah dengan cara kasar seperti perkataan atau perbuatan kasar ), kacau, serta kurang terampil dalam mengomunikasikan emosinya.
Setiap individu di dalam kehidupan, mempunyai cara – cara yang berbeda pula untuk mengekspresikan emosi amarahnya, ada orang - orang yang tidak memperlihatkan marahnya secara terbuka dan ekspresif, namun cenderung menggerutu sendiri. Ada pula orang yang mudah marah tetapi tidak selalu melempar - lemparkan suatu barang atau mengucapkan sumpah serapahnya kepada orang lain, melainkan mengasingkan diri secara sosial atau menjadi sakit secara fisik.
Berikut ini beberapa kecenderungan umum yang sering dilakukan orang dalam mengatasi amarah tetapi diantaranya tidak begitu efektif dalam mengendalikan amarah itu sendiri, yaitu :
1. Mengekspresikan. Mengekspresikan rasa marah dengan cara yang asertif ( secara halus ), bukan agresif ( kasar ) adalah cara yang paling sehat dalam mengekspresikan rasa marah. Untuk dapat melakukan hal itu, kita harus belajar untuk mengenali apa yang membuat kita marah dan bagaimana dapat mengatasinya, tanpa menyakiti orang lain. Menjadi asertif bukan berarti memaksa atau menuntut orang lain berperilaku tertentu, namun berarti menghormati diri sendiri dan juga menghormati orang lain.
2. Menekan. Menekan rasa marah atau menyalurkannya pada hal-hal lain, seperti berolah raga, melakukan kegiatan yang menyenangkan hingga taraf tertentu dapat mengatasi masalah, namun memiliki bahaya, yaitu kemarahan itu sendiri tidak tersalurkan, sehingga dapat merusak diri sendiri dalam jangka yang panjang, dan dapat mengakibatkan kecenderungan patologis lain, seperti pasif agresif, sinis dan senang mengkritik orang lain, sehingga cenderung menimbulkan masalah dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Menenangkannya. Menenangkan diri juga merupakan upaya untuk menekan kemarahan, namun bahkan bila hal itu dapat dicapai, hal itu tetap sulit untuk dipertahankan karena kemarahan itu sendiri tidak tersalurkan.
Pada prinsipnya, emosi marah tidak dapat ditekan, dikesampingkan atau diabaikan begitu saja. Semakin berusaha untuk ditekan, semakin hal itu akan mengendalikan perilaku kita dan semakin merusak hubungan kita dengan orang lain. Namun kita dapat belajar untuk mengendalikan reaksi terhadap hal-hal tersebut, karena faktor internal yang terdapat dalam diri kita pun ternyata memegang peranan penting dalam menentukan perilaku tersebut.
Beberapa Cara Mengendalikan Rasa Amarah :
1. Mengubah cara pikir.
Belajar mengendalikan reaksi berarti mengubah cara berpikir dan memandang hal - hal yang dapat membuat kita marah. Contoh, apabila berhadapan dengan lalu lintas yang menyebalkan, daripada berpikir bahwa hal tersebut merusak seluruh agenda kita hari itu, kita dapat menggantinya dengan pikiran bahwa hal itu memang keterlaluan, tetapi bukan berarti kiamat bagi kita karena semua orang juga mengalami hal serupa.
2. Berpikir secara proporsional dengan perspektif ( pandangan ) yang benar.
Ingatkan diri sendiri setiap kali dalam keadaan marah, bahwa kondisi yang ada atau orang - orang lain tidak selalu bermaksud ingin menyakiti kita. Hal itu akan membantu kita untuk berpikir secara proporsional dan dalam perspektif yang benar ( berpikir positif ). Ingat jika kecenderungan internal ( seperti mood, ingatan ) kita juga memainkan peranan dalam rasa amarah kita.
3. Segala sesuatu bersifat relatif.
Sikap menuntut, memaksa, dan merasa diperlakukan tidak adil sudah sepatutnya juga dipandang sebagai sesuatu yang tidak mutlak, karena keadilan, kepatutan bersifat sangat relatif, tergantung pada siapa dan dari sudut mana memandangnya. Hal itu perlu dilakukan, agar toleransi kita terhadap hal-hal tersebut bukan lagi menjadi suatu masalah.
4. Memahami hal-hal yang “tidak tertulis”.
Kadang kala kita perlu memahami hal - hal di balik yang terlihat. Seperti seseorang yang terlambat datang untuk menemui kita mungkin mempunyai urusan lain yang lebih penting harus diselesaikan terlebih dahulu.
5. Berdamai dengan diri sendiri.
Pada akhirnya kita harus memaafkan segala kesalahan dan kekurangan kita sendiri. Merupakan hal manusiawi, bila seseorang tidak dapat menahan rasa amarahnya. Bahkan memendam atau mengabaikannya merupakan suatu tindakan destruktif yang sebaiknya dihindari. Kita tidak bisa menghilangkan rasa marah dan juga bukan ide yang baik untuk menghilangkan rasa marah.
Hidup penuh dengan peristiwa -peristiwa yang membuat frustrasi, rasa sakit, dan hal-hal yang tidak bisa diramalkan. Kita tidak dapat mengubah peristiwa tersebut, tetapi kita dapat mengubah seberapa besar kejadian - kejadian tersebut dapat mempengaruhi kita.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, mohon maaf jika masih terdapat banyak kekurangan didalamnya, saran dan kritiknya sangat dibutuhkan. Terima kasih.
Sumber: Mengendalikan Marah oleh psikolog Dra Ira Petranto, MM.